Minggu, 08 Juli 2012

cewek Jepang Memang Layak Dinikahi

hoPINI | 09 May 2012 | 08:20 Dibaca: 1727   Komentar: 29   3 dari 4 Kompasianer menilai menarik
Cewek jepang rata-rata jomblo, kebanyakan belum punya pasangan. Kesibukan dalam bekerja dan mengejar karir salah satu faktor yang membuat mereka begitu. Belum lagi faktor terbesarnya adalah laki-laki Jepang yang juga hampir sama dengan wanitanya yaitu sibuk bekerja dan mengejar karir atau uang. Jadi klop, mereka tak bertemu satu sama lain, hingga akhirnya lupa akan namanya Cinta.
Kalau mau dibandingkan dengan negara kita, tentu terbalik. Kebanyakan dari kita sudah memiliki pasangan masing-masing, walaupun sama-sama tidak bekerja alias pengangguran yang merupakan faktor terjadinya begitu, Tapi paham klasik “makan tidak makan asal kumpul”, membuat cinta pasangan ini jadi makin rekat dan erat.
Ketika saya magang di Jepang dulu, banyak teman anak Indonesia yang memacari cewek Jepang. Kata mereka cewek Jepang mudah didapat, rayu sedikit saja, mereka langsung klepek-klepek seperti ikan yang kesasar di darat. Saya pikir ada benarnya juga, laki-laki di Jepang kan pada sibuk bekerja, laki-laki Jepang sepertinya tak membutuhkan yang namanya cinta. Sedangkan wanita Jepang (namanya saja wanita yang bagaimana pun asal negaranya pasti membutuhkan lelaki) memerlukan seorang lelaki yang bisa memberikan kenyamanan dan keamanan bagi hidupnya, untuk itu jika ada seorang pangeran yang datang tiba-tiba dan merayu dia, sudah pasti tentu itu adalah anugerah yang tak boleh dilewatkan. Kalau tiba-tiba dirayu oleh anak indonesia, di terima saja dong, mungkin lelaki itu adalah utusan tuhan untuk hidupnya yang penuh kesepian.
Teman satu perusahaan dengan saya ada beberapa yang menikah dengan wanita Jepang. Selesai mengikuti program, teman saya ikut pulang ke Indonesia bersama, lalu tak lama setelah itu teman saya kembali lagi ke Jepang untuk mempersunting wanitanya. Dan itu melalui mekanisme aturan yang berlaku, Visa dan segala macam telah diurus oleh si wanita. Si lelaki datang artinya telah dipersiapkan semua, tinggal nikah yang sesuai dengan Agama si lelaki kebanyakan.
Mengapa anak Indonesia suka dengan wanita Jepang?,
menurut pengamatan dan ada yang bertanya langsung ke sumber, kata mereka wanita Jepang itu cantik, berkulit putih dan mempunyai suara yang aduhai. Faktor kecantikan tersebut merupakan yang utama selain karena faktor ekonomi yang cukup mapan, Wanita Jepang biasanya akan mencarikan pekerjaan untuk suaminya kelak ketika telah menikah dan tinggal di Jepang.
Bagaimana dengan kewarganegaraan, apakah si lelaki akan pindah?.
Ada beberapa teman saya ketika kutanyakan hal ini beberapa hari yang lalu, mereka masih berkewarganegaraan Indonesia. Teman saya itu telah menikahi dan menetap di Jepang selama 5 tahun. Dalam hal identitas diri, dia memakai KTP orang asing dan Visa bekerja untuk orang asing yang terus diperpanjang sesuai dengan ketentuan dan hukum yang berlaku di jepang.
Bisa saja nantinya teman saya itu di naturalisasi layaknya Christiano Gonzales. Tergantung kemauan dia, mau atau tidak untuk merubah kewarganegaraan. Pulang ke Indonesia selesai mengikuti program magang selama 3 tahun memeliki perasaan campur aduk. Senang karena akan bertemu kembali sana, keluarga dan teman di Indonesia, sedih karena telah meninggalkan kemampanan dan kenyamanan hidup di negara maju. Keadaan ini dirasakan semua peserta magang yang akan pulang. Belum lagi dalam menghadapi kehidupan yang selanjutnya, dalam mengelola uang, usaha atau bekerja, banyak peserta belum memikirkan hal tersebut, sehingga untuk yang tidak bisa menghadapi itu semua, mereka berusaha untuk balik lagi ke Jepang, dengan mengikuti program lain atau menelpon pacarnya di Jepang dan mengajaknya menikah.

Selasa, 13 Maret 2012

Pria Bertampang Standar Belum Tentu Tak Memikat


Pengen Tau lebih lengkap tentang saya: KLIK


Tampang saya Standar, jelek tidak, ganteng juga sedikit kali ya…,? namun, memiliki wajah ngepas seperti saya ini belum tentu cewek Jepang tidak tertarik.
Saya pernah ditaksir cewek Jepang. Seorang sensei, ibarat kata guru bahasa Jepang. Dia khusus mengajar para anak magang di Jepang. Tubuh dia agak tinggi, kulit putih berstandar Jepang, langsing dan murah senyum. Dia memberi sinyal ke saya kalau dia ada hati, namun, saya lebih memilih tidak menerima sinyal itu, karena tak enak kepada teman saya.
Teman saya ini naksir sensei itu sejak lama, namun belum berani berterus terang mengutarakan perasaannya. Dia sering curhat kepada saya mengenai sensei itu, maklum, teman satu Apato, hanya beda kamar. Kalau saya memacari sensei itu, apa kata dia nantinya, saya akan ibarat pagar yang makan tanaman.
Karena saya telah menepis sinyal itu, akhirnya teman saya masuk secara cepat. Mungkin takut saya nanti berubah pikiran, teman saya secara jantan mengungkapkan perasaannya ke sensei. “Aishiteru”, kata teman saya mengungkapkan perasaannya ke sensei (Cerita curhat).
Sensei malah ketawa, kata dia kata tersebut tak cocok di ucap oleh orang yang belum menikah. Kata “aishiteru” (Cinta kamu) biasa dipakai oleh orang yang telah menikah. Namun, karena maksud dari teman saya itu adalah untuk mengungkapkan perasaan suka, akhirnya sensei yang sebenarnya juga suka dapat menerimanya. Dan mereka mulai pacaran, hingga sekarang telah menikah dan punya 1 orang anak.
Kalau melihat dari tampang, sebenarnya, kalau di ukur-ukur pakai standar Indonesia teman saya itu lebih jelek dari saya. Kulit teman sama gelap dengan saya, dan perawakan dia agak pendek. Namun, sensei tetap saja mau. Apa yang diambil oleh dia?, yang jelas bukan tampang, tapi hati.
Anak Indonesia beda dengan Anak Jepang sebaya kami. Ini menurut dia (sensei), “anak Indonesia itu polos-polos, tidak seperti anak jepang kebanyakan. Anak indonesia masih jujur, dibanding pemuda Jepang yang telah terkontaminasi pergaulan bebas”.
Ya, namanya saja orang kampung yang masuk ke kota, jadinya begitu. Negara kita kan negara berkembang, sedangkan Jepang negara maju. Jelas, kalau dari segi pergaulan, sekota-kotanya anak Indonesia, masih kalah dengan sekampung-kampungnya orang Jepang. Di perkampungan saja Jaringan Internetnya seperti Laju kereta Shinkansen, wuss,,wusss,wusss, tak terasa telah terdownload satu Album Kiroro dalam waktu 15 Menit.
Jadi, balik lagi ke Tampang, sebenarnya itu Relatif, bagi anda pria itu jelek, bagi cewek Jepang pria itu unik. Bagi anda pria itu Hitam legam sepeti arang, bagi cewek Jepang pria itu eksotis.
So, jangan lihat dari dompetnya, tapi lihat isinya dong,,,,,(apa coba?)

Main Golf tanpa Caddy di Bawah Jembatan


Mungkin agak aneh kalau mendengar kata Golf yang di mainkan di bawah Jembatan. Biasanya main Golf dilakukan di lapangan luas berhektar-hektar dan di padang rumput yang rapi. Di Osaka, tepatnya di Yao sebelah perusahaan saya di Jepang ada lapangan Golf di bawah jembatan yang boleh siapa saja main dengan gratis.
Karena gratis, tak ada Caddy atau pendamping wanita cantik. Yang ada hanya lapangan rumput yang tak begitu luas, tak begitu terawat dan memiliki sekitar 5 Hole (lubang) saja. Di sekitaran lubang saja rumputnya agak rapi dan terawat.
Di bawah jembatan ini tak hanya ada lapangan Golf, tapi ada juga lapangan Tenis, basket dan sepak bola. Jadi tiap sore, pada saat musim tidak begitu dingin, orang Jepang maupun Orang Indonesia yang merupakan teman magang saya, sering berolah raga di bawah jembatan ini.
Kami, anak Indonesia sering berolah raga sepak bola. Terkadang Tim sepakbola kami sering adu tanding dengan Tim sepakbola anak Jepang sekitar. Walaupun Imbang, namun kami akui bahwa orang Jepang dalam berolahraga ringan seperti itu masih masih menjaga kedisiplinannya, kalau Merasa handball, mereka akan akui walaupun hanya main ringan yang tak ada wasit.
Kalau bosan main sepak bola, bisa main Tenis, basket atau Golf. Saya pernah mencoba, atau istilahnya iseng-iseng mendekati orang Jepang yang main Golf sendirian. Karena saya melihat yang main begitu serius, lalu saya ditawari oleh orang Jepang itu mencobanya. Pinjam Stick golf dia, saya mencoba memasukkan bola ke dalam lubang berjarak 3 meteran.
Karena saya baru pertama kali itu main, jadinya bola melenceng jauh dari lubang. Melihat itu, orang Jepang lalu mengajarkan teknik dasarnya, ya, walaupun diajarkan secara singkat tetap saja untuk kedua kalinya bola tak masuk ke lubang. Orang Jepang itu tak banyak membawa Stick, hanya 3 buah kalau tak salah. Kesemuanya dia beli seken (bekas) di Chukoya (toko barang bekas) dengan harga 10 ribu yen.
Lapangan Olah raga ini terbelah oleh jembatan layang. Setiap Sore di musim Semi dan Panas, lapangan ini selalu ramai di penuhi aktifitas orang yang berolah raga. Di saat puncaknya musim panas, lapangan ini di gunakan orang Jepang untuk mengadakan acara Kembang api dan Barbeque.
Berolah raga tak harus dilakukan di lapangan yang luas dan bagus. Olah raga bisa dilakukan di mana saja. Tidak harus dengan berbayar dan di dampingi Caddy cantik, tapi bisa juga dengan gratis di bawah jembatan.

Senin, 12 Maret 2012

Yang Tak Biasa di Kala Pagi


Pengen Lebih Kenal Saya :Klik di SINI


Kalau di Indonesia bangun pagi pasti rame, ada suara mengaji dari masjid, Suara Azan, kokok Ayam dan suara Lirih tetangga yang hendak melakukan aktifitas ke Pasar pagi dan sebagainya.
Di Jepang, bangun pagi begini sangat sepi. Mana ada suara-suara di atas, Yang ada hanya kesunyian. Untung Komjen menyebarkan ke Masyarakat Indonesia kapan Jadwal Sholat waktu Jepang, kalo enggak, gak bakalan tau kapan beduk dan azan berkumandang.
Jarang saya terbangun dengan sendirinya ketika pagi hari begini, Harus pakai Alarm HP dulu. Tidak seperti di Indonesia, yang mempunyai keunikan suara khas di atas yang membuat diri ini terbangun dengan sendirinya, di Jepang, suara tersebut sangat langka, mungkin bisa terdengar kalau berada di wilayah Kobe, dimana masjid satu-satunya di sekitaran wilayah prefekstur Kansai Berdiri.
Mengenai kokok Ayam, masyarakat di Indonesia memang banyak memelihara jenis unggas tersebut, jadi kalo berkokok dengan lantang di kala pagi, tidak mengherankan lagi. Di Jepang, masyarakat yang memelihara ayam sangat jarang (atau tidak ada sama sekali), oleh karena itu, jarang terdengar kokok ayam, atau melihat ayam berkeliaran di Jalanan.
Mungkin, lebih banyak burung gagak dari pada ayam. Setiap berangkat kerja, sering saya temui burung gagak mencari makan di jalanan, tak pernan menemukan ayam yang menguasai jalanan layaknya Indonesia. Bahkan, cerita teman saya di Nagano, perusahaan mereka menggantung burung gagak yang mati di depan pintu. Untuk apa?, untuk menghalau burung gagak yang masuk, saking banyaknya burung gagak di Jepang. Kalo di Indonesia, burung tersebut berbau “Mistis”, mungkin karena jarang terlihat, jadi kalau terlihat sekali saja, tanda-tanda akan terjadi “sesuatu”.
Ya, hidup di negeri orang, pasti berbeda dengan kenyamanan di negeri sendiri. Walaupun “nyaman” di pagi hari tanpa suara, namun kerinduan akan suara khas di pagi hari ketika di Indonesia tak dapat dibendung. Menelpon keluarga adalah satu-satunya cara untuk mengobati kerinduan, di ujung telepon kadang terdengar kokok ayam dan suara azan. Bisa juga dipakai sebagai terapi mengobati kerinduan.
Hujan batu di negeri sendiri, lebih enak dari pada hujan emas di negeri orang lain. Pribahasa yang mengungkapkan hidup susah di negeri sendiri memang lebih enak karena berkumpul dan merasakan bersama-sama dengan keluarga. Hidup senang di negeri orang menjadi tak enak karena tak merasakannya bersama keluarga dan orang terdekat bersama-sama.

Sabtu, 10 Maret 2012

Berhitung dengan Satu Tangan

Berhitung dengan Satu Tangan


OPINI | 11 March 2012 | 10:33 Dibaca: 6   Komentar: 0   Nihil
1331436142717459669
Persiapkan tangan Kananmu lalu kepalkan. Buka jari kelingking lalu mulai berhitung, “satu”. Selanjutnya (cara yang sama dengan jari kelingking), buka jari manismu sambil menghitung “dua”.
Kemudian, masih dengan cara yang sama seperti kedua jari diatas, buka jari tengah, telunjuk dan jempol yang terkepal sambil berhitung, “tiga”, “empat”, dan “Lima”.1331435966120142766
1331436013706822646Jemari Tangan kanan anda sekarang posisinya sudah terbuka semua. Untuk selanjutnya, tutup Jempol seperti posisi terkepal tadi sambil berhitung “enam”. Setelah itu tutup juga jari telunjuk seperti posisi terkepal tadi sambil berhitung “tujuh”. Sama seperti kedua jari tersebut, tutup juga jari tengah, jari manis dan kelingking sambil berhitung, “delapan”, “sembilan” dan “sepuluh”.
Untuk berhitung lanjut “sebelas”, “dua belas, tiga belas” dan seterusnya, masih dengan menggunakan tangan dan jari yang sama seperti yang pertama dan kedua tadi. Mengapa saya menulis soal berhitung dengan satu tangan?. Soalnya, pagi ini saya nemuin ponakan yang saya suruh berhitung sampai sepuluh, tapi dalam posisi tangan kanannya memegang makanan. Dia bisa menghitung pakai jarinya dari satu sampai lima, namun untuk melanjutkan berhitung ke “enam” dan seterusnya, dia tak bisa karena tangannya memegang makanan.
Saya lalu mengajarkan teknik berhitung pakai satu tangan tadi ke ponakan. Pertama agak kaku memang, namun kalau dicoba terus pasti bisa untuk diajarkan. Teknik menghitung seperti ini saya dapatkan dari orang Jepang ketika masih magang di Jepang dulu.
Dulu, ketika disuruh berhitung oleh orang Jepang, saya masih menggunakan dua tangan. Oleh Ueno san (senior orang Jepang) saya lalu diajarkan teknik berhitung pakai satu tangan. Agak kaku, karena tidak terbiasa. Tapi kelamaan terbiasa.
Kata Dia memakai satu tangan lebih praktis, tidak perlu repot lagi dibandingkan dua tangan. seandainya tangan satunya memegang sesuatu misalkan, tidak perlu lagi meletakkan barang ditangan. Dengan teknik berhitung ini, niscaya kecerdasan sedikit bertambah.
http://otoko-mae.blogspot.com/

Ucapkan Salam, lalu Salaman Bukan Melihat Rok mini

OPINI | 09 March 2012 | 10:06 Dibaca: 1398   Komentar: 50   3 dari 4 Kompasianer menilai menarik
Saya terkejut ketika budaya perusahaan saya di Jepang dulu hampir sama dengan yang ada di Indonesia.
Ketika bertemu orang Jepang di Perusahaan, saya mengucapkan salam ala mereka |Aisatsu| seperti: ‘Ohaiyou Gozaimasu’ sambil membungkuk. Setelah itu saya bersalaman dengan mereka sambil melihat ke wajah Orang Jepang dengan Senyuman (Wajib dilakukan karena peraturan Perusahaan).
Kata Bos, hal itu harus dilakukan tiap pagi, untuk memberikan semangat kerja dan memperat tali silahturahmi antara satu sama lain.
Salaman merupakan gaya orang Indonesia ketika bertemu. Semisal saya bertamu ke rumah teman, saya pasti salaman. Begitu juga kalau bertemu teman di jalan atau tidak sengaja berpapasan, saya akan lebih dahulu salaman, lalu bertanya maksud dan tujuannya kemana.
Ketika masih berada di senta pendidikan bahasa Jepang di Tokyo, kebiasaan salaman tidak ada. Hanya Aisatsu saja (ketika pagi hari bertemu dengan Orang Jepang). Begitu pun adanya teman yang bekerja di Perusahaan Jepang lainnya, ketika saya tanya “apakah antar karyawan satu sama lain bersalaman?”. Teman saya jawab tidak, hanya Aisatsu saja.
Perusahaan menerapkan bersalaman tiap pagi karena menurut mereka bagus. Perusahaan mendirikan anak cabang di Indonesia, mungkin Bos melihat kebiasaan karyawan di Indonesia lalu menerapkannya di Jepang.
Dengan karyawan wanita pun begitu, salaman wajib dilakukan, tanpa melihat ke arah rok mini tentunya, karena Mereka juga tak memakai rok mini. udah dewasa begini kok, bukan ABG seperti dulu lagi, “hazukashi” alias malu kalau memakainya.
Orang Jepang ‘Mencuri’ gaya bersalam kita. Karena dicuri lalu berangsur hilang. Sekarang, Orang Indonesia banyak yang sudah malas bersalaman. Untuk bersemangat bekerja, mending melihat Rok mini?,

Rok Mini Anak Sekolah dan Anggota DPR Mana yang Hot?!

Duh, kalau Anggota DPR menghimbau ke Saya langsung jangan pakai rok mini ke semua wanita, kemungkinan mata ini tak bakal melek selama 3 Tahun.
Di Jepang, Anak sekolahnya pakai rok mini semua. Dari mulai anak SMP sampai SMA, belum pernah kulihat rok mereka menutupi lutut. Akan tetapi, setelah mereka meranjak dewasa dan bekerja, Rok mereka bukan malah tambah mini, tapi bertambah turun menutupi lutut. Entah kenapa, apa karena membiasnya kepercayaan diri mereka (karena bertambah tua). Atau memang tidak elok lagi memakainya ketika bekerja.
Karyawan wanita di perusahaan saya di Jepang dulu rata-rata telah bersuami. Mereka cantik dan manis, belum pernah saya lihat mereka memakai rok yang di atas lutut. Berbeda dengan anak sekolah, kalau pagi hari, mata ini pasti jelalatan melihat mereka be-rok mini ria. Ya, namanya saja lelaki normal, melihat yang begitu indah, siapa yang tidak peduli.
Apakah Kita terbalik?, di Indonesia, anak sekolah dilarang pakai rok mini karena tidak sesuai dengan norma pendidikan. Tapi, setelah dewasa mereka dendam, lalu memakai rok se-mini mungkin pergi ke kantor.
Atau memang punya rencana lain, semisal untuk memikat Bos atau direktur perusahaan?. Nah, mungkinkah anggota DPR resah melihat Rok mini berseliweran di Senayan?. Si wanita memakai jurus pemikat sukma rok mini…
Hari gini harus punya Iman yang kuat!. Jurus pemikat rok mini jangan dilarang, biarkan saja. Toh, kalau kuat Iman, niscaya akan berhasil seperti saya dulu yang magang di Jepang. Walaupun rok mini gadis Jepang menyingkap di depan mata, saya masih kuat. Karena apa?, karena saya berpegang pada Iman.
Apakah kalau tak kuat Iman saya harus melarang mereka memakai rok mini?, tentu tidak, kalau saya lakukan, saya bakal diamuk oleh anak sekolahan yang berjumlah jutaan.
Mungkin begitu yang terjadi sekarang ini, percuma saja melarang hal itu. Yang penting anggota DPR harus punya Iman. Apakah karena banyaknya anggota DPR yang kena kasus Korupsi, lalu menganggap mereka tak punya Iman?. Ya, kalau memang itu anggapan bapak seperti itu, ada baiknya rok mini itu dilarang!.

di jepang saya minum sake

Di Jepang Saya Minum Sake


OPINI | 07 March 2012 | 06:57 Dibaca: 209   Komentar: 28   Nihil Saya pernah mencicipi sekali minuman keras (Miras) khas Indonesia. Pengaruh Miras itu tidak enak yang membuat kepala saya pusing, muka merah dan badan saya panas. Karena saya minumnya sekedar iseng dan tak terlalu banyak, jadinya saya tak begitu mabok dan dapat mengontrol diri saya sendiri tanpa anarkis.
Ketika magang di Jepang, saya juga mencicipi minuman Sake (Miras). Tapi tidak seperti di Indonesia yang hanya mencoba sekali. Di Jepang, saya agak sering mengkonsumsinya, apalagi saat musim dingin (Fuyu). Mengapa saya lakukan itu?. Karena minuman tersebut benar-benar berfungsi untuk menghangatkan badan.
Pernah pada akhir tahun 2007, saya menikmati liburan musim dingin Di Nagano. Di Sana memang cukup terkenal bagi pencinta Ski Es untuk menikmati salju khas perbukitan yang tebal. Saat itu suhu lagi dingin-dinginnya, minus nol derajat. Saya bersama teman-teman mencoba permainan ski. namanya saja orang Indonesia dimana Permainan tersebut tak pernah dicoba sama sekali, jadinya saya seperti orang kampungan, jatuh melulu ke dalam tumpukan salju.
Karena suhu ekstrem dan sering jatuh ke tumpukan salju, badan saya drop. Tangan saya mati rasa, dan badan saya menggigil. Oleh teman, badan saya dibungkus baju hangat, padahal saya telah memakai baju 3 lapis. Melihat hal ini Seorang teman berinisiatif ke mini market untuk membeli sake. Sesampainya dia, lalu saya disuruh meminum sake tersebut. Lumayan, sake tersebut cukup menghangatkan tubuh. Pengaruh sake juga mampu membuat tubuhku berangsur pulih dari drop.
Sake juga saya konsumsi bila pagi hari hendak berangkat kerja suhu sangat dingin dan bersalju. Tidak begitu banyak sih, hanya seteguk dua teguk untuk menghangatkan badan. Pernah juga kebanyakan, habis setengah botol, kepala saya jadi pusing. Kerja jadi tidak konsen, malah jadinya mengantuk.
Saat musim dingin saja saya konsumsi Sake. Selebihnya, pada acara musim panas (natsu) atau hanami dibawah pohon sakura misalkan, dimana orang Jepang ‘Harus’ mengkonsumsi Sake, Saya tidak. Karena saya berpikir minuman tersebut tidak bermanfaat apa-apa saat suhu normal (mengacu pengalaman pernah minum Miras di Indonesia sebelumnya).
Setelah selesai magang dan pulang ke Indonesia, saya benar-benar tak menyentuh lagi yang namanya Miras karena saya tahu itu adalah Haram hukumnya bagi Muslim di segala tempat dan waktu. Hukum di Indonesia juga secara ketat mengawasi pengedaran Miras.
Sake atau Miras bisa bermanfaat bila suhu dingin, tapi kalau suhu normal seperti di Indonesia, malah tak bermanfaat sama sekali. Memang kelihatannya enak melihat orang di luar negeri menenggak Miras, kepengen rasanya ikut-ikutan mojok diwarung Miras seperti mereka. Tapi, kalau melihat suhu dan iklim mereka yang dingin dibawah Nol derajat, wajar saja mereka mengkonsumsi itu. Kalau kita, di Indonesia mengkonsumsi Miras, malah tak ada manfaat apa-apa, bisa-bisa bikin sakit, karena badan jadi Panas (bukan hangat) dalam Suhu Indonesia yang Tropis.

Rabu, 29 Februari 2012

Menyoal Gigi Kropos Anak Palembang



                                                                        OTOKO MAE

Masih kecil dulu, sarapan pagi saya adalah pempek. Makan pempek lima biji plus cuko nya 3 mangkuk. Tidak sendirian saya melakukan seperti itu, teman lain yang sebaya pun begitu. Duduk jongkok didepan penjual pempek asongan, mengelilinginya sambil candaan pagi dan menghirup cuko.
Hal hasil, teman sebaya dan saya sendiri, sekarang ini, ketika telah besar begini, giginya kropos semua. Ya, mau gimana lagi, namanya saja masa kecil, setelah makan pempek malas rasanya buat mengosok gigi.
Masa kecil, ketika masih duduk dibangku sekolah dasar, Saya membantu orang tua berdagang kelontongan di Terminal. Saya dibangunkan jam 5 pagi, kemudian di suruh mandi dan menjaga warung ketika kedua orang tua saya berbelanja modal.
Sembari belajar menulis “halus kasar” pada pelajaran Bahasa Indonesia. saya juga belajar menghitung uang kembalian pakai “lidi” ketika menjaga warung pagi tersebut. Terkadang sering salah uang kembalian, dan dibalikin lagi oleh pembeli yang sebagaian besar sopir Bus AKDP. Kadang dijitakin oleh mereka untuk lebih serius lagi belajar berhitung.
Setelah Ortu pulang dari belanja, kemudian Aplusan. Lalu mereka memberi saya uang untuk sarapan apa saja yang dimau, dan langganan saat itu adalah pempek asongan. Duduk jongkok menghadap hidangan bersama teman-teman yang saat itu pasti ada buat sarapan yang sama. Setelah itu saya lalu pulang kerumah untuk berganti baju sekolah. Begitu saja seterusnya kegiatan itu dilakukan.
Kalau hari libur, begitu selesai sarapan pempek, saya ikut teman bekerja menyapu dalam bus AKDP. Bekas sampah bus biasanya banyak karena kernet malas menyapu, lalu menyuruh anak-anak di terminal yang membersihkannya. Setelah selesai tugas diberi uang lelah.
Bukan hanya pekerjaan itu, saya juga terkadang ikut anak-anak menyemir sepatu. Siang hari banyak penumpang bapak-bapak yang memakai sepatu kulit. Karena terminal masih tanah, jadi banyak debu. Terpaksa untuk mengkilatkan sepatu mereka lagi, bapak-bapak biasanya menjaga performanya dengan minta disemirkan kembali sepatunya.
Mula-mulanya ortu tak setuju. Tapi karena saya memaksa untuk menambah uang saku, mereka pun membelikan saya modal berupa semir dan sikat dua buah. Usaha saya lumayan, pelanggan saya banyak. Tapi hari minggu saja, saya bekerja seperti itu, kalau hari sekolah, ketika pulang dari belajar saya disuruh membantu ibu menjaga warung, sebab ayah saya ngasong rokok disetiap bus.
Pernah juga saya berganti pekerjaan. Mungkin sudah bosan sikat menyikat sepatu, saya berjualan rambutan dan duku di emperan terminal. Buahan di beli oleh ortu pagi harinya, siangnya setelah pulang sekolah, saya menjualnya di sela bus. Karena keasyikan banyak yang beli, tidak melihat lagi ketika hendak menukarkan uang receh saya ditabrak mobil yang tidak begitu ngebut. Kaki saya lecet saja dan luka tidak begitu parah. Orang tua ngamuk-ngamuk dan melarang saya lagi “berbisnis”.
Namun, karena telah terbiasa tetap saja saya berbisnis setelah sembuh. Menyapu mobil tetap saya lakukan dan bisnis baru saya buka, yaitu berjualan koran. Saya mengecernya di bus-bus, zaman dulu jenis koran masih sedikit hanya ada Kompas dan koran daerah yang jarang terbit. Jadi, menjajakan koran cuma begini : “koran, koran, koran, kompas!”. Maklum ditangan cuma merek itu saja, tumpukan ditangan pun sedikit hanya 10 biji.
Selesai berbisnis dan dapat uang, saya pun jongkok lagi didepan penjual pempek asongan. Anak-anak telah ramai berkumpul, kadang saya tidak kebagian, rantang asongan telah ludes, anak-anak telah menghabiskannya tanpa bersisa. Tinggal mamang pempek saja yang kesenangan dagangannya habis.
Ya begini ini yang bikin gigi kropos. Setelah selesai makan, anak-anak tidak mengosok gigi lagi. Begitu pun saya, tidak segera menggosok gigi setelah makan dan langsung main.
Karena anak-anaknya disekitar terminal banyak yang berbisnis, makan pempek dan main (main dindong, video game) seperti biasa saja. Kalau habis uang itu dalam sehari, toh besoknya bisa mencari lagi dengan menyapu mobil, menyemir sepatu atau berjualan koran.
Jadi anak-anak di sekitar terminal di wilayah palembang, kaya-kaya. Karena itu kalau makan pempek yang banyak otomatis cukanya juga banyak. Menghirup cuka, “sruput-sruput”, tidak tahu efeknya setelah besar nanti.
Sekarang, setelah besar. Teman sebayaku dulu yang sekarang telah jadi Jaksa, polisi, Pengusaha dan lain sebagainya. Gigi grahamnya sudah kropos semua, bahkan ada teman saya yang toke kayu, semua giginya telah palsu. Hahaha, ya, mau gimana lagi, ini akibat makan pempek dan cukonya tidak menyikat gigi lagi, jadinya setelah besar, giginya kropos dan rapuh sebelum jadi nenek-nenek.
Sekian.

Selasa, 28 Februari 2012

Lampu Masih Merah, tapi Tetap Melaju



By : Otoko Mae

Mungkin untuk mengurangi macet, polisi membiarkan saja ini terjadi. Sebelum lampu “trafic light” nyala hijau, semua pengendara nekat melaju. Patokan mereka melihat dari kendaraan di seberang. Kalau kendaraan di seberang berhenti (tak perlu menunggu lampu hijau), langsung saja melaju.
Saya perhatikan, di persimpangan lampu merah charitas dan kampus Palembang (biasa saya sering lewatin), Pengemudi Kendaraan tidak memperhatikan lampu merah yang tegak berdiri lagi. Patokan mereka kendaraan di seberang, kalau motor dan mobil di seberang telah berhenti (lampu di seberang telah merah). Langsung saja melajukan kendaraan, walaupun lampu tempat mereka berhenti masih merah (masih tahapan berganti ke Hijau).
Trafic light atau saya biasa sebut “lampu merah”, merupakan peraturan bisu. Dia tak bisa bicara untuk menyuruh berhenti dan berjalan. Cara bicaranya dengan menggunakan warna. Kalau lampu menunjukkan warna merah, artinya pengendara harus berhenti dan belum boleh jalan. Kalau lampu telah menunjukan warna hijau, artinya pengendara harus jalan, tidak boleh berhenti. Itu adalah aturan baku dari Lampu lalu lintas.
Saya cuma kasihan melihat orang yang menyeberang. Padahal lampu berwarna hijau untuk pejalan kaki masih menyala. Tapi, karena pengendara tidak lagi melihat lampu dan hanya berpatokan pada kendaraan diseberang yang telah berhenti. Mereka melaju saja, tanpa menghiraukan lagi pejalan kaki yang sedang menyebrang.
Akibatnya, para pejalan kaki (sering kulihat) berlarian kucar-kacir menghindar buasnya para pengendara yang buta lampu merah.
Teringat ketika masih di Jepang dulu. Ketika itu saya masih giat belajar di senta (tempat belajar bahasa jepang). Tempat belajar tersebut sangat jauh dari aroma perkotaan, boleh dibilang agak pinggiran. Jadi agak sepi kendaraan, namun ada lampu lalu lintasnya.
Ketika pagi (kira-kira jam 6 -jam 7) hari minggu, saya melewati persimpangan lampu merah tersebut sambil mengendarai sepeda. Saya melihat, mobil berhenti dikala lampu berwarna merah. Padahal, saat itu diseberang lainnya tak ada mobil yang melaju. Kalau saja dia mau, bisa saja dia melenggang santai sambil melanggar lampu merah, toh tak ada satu pun mobil yang melaju di jalan lainnya.
Karena saya mengendarai sepeda, ketika akan menyeberang, saya memperhatikan lampu hijau untuk pejalan kaki. Namun biasanya, karena persimpangan tersebut sepi, saya sering saja menyeberang walaupun lampu untuk pejalan kaki berwarna merah. Mengapa?, karena saya pikir, toh tak ada mobil yang lewat. Kalau ada terlihat diujung mata mobil sedang melaju, saya biasanya berhenti untuk mentaati lampu merah.
Pernah saya berpapasan dengan orang jepang bersepeda pula, dia menanti lampu untuk menyeberang. Saat itu sepi tak ada kendaraan manapun, saya melihat situasi begini, melaju saja melanggar lampu merah. Ketika kulihat orang jepang tadi, masih sabar menunggu lampu untuknya menyeberang.
Itulah, cara berpikir orang jepang dan orang indonesia (Saya khususnya) berbeda. Kalau orang Jepang, patokan mereka adalah peraturan, kalau Saya adalah situasi. Melihat situasi sepi tanpa kendaraan yang lewat, saya akan menyeberang, walaupun lampu merah untuk menyeberang menyala. Orang jepang, melihat situasi sepi tanpa kendaraan dipersimpangan manapun, dia tetap saja berhenti mematuhi lampu merah yang menyala.
Saat itu saya berpikir, kok orang Jepang takut sekali kalau melanggar, apakah ketika bayi di dibedong secara ketat oleh ortu sehingga ketika besar nanti mentaati aturan yang sepele begini ya?.
Tak tahulah,
kalau saya, melihat situasi yang sepi dan tanpa kendaraan atau polisi, saya akan menyeberang saja. Tapi kalau di persimpangan Charitas dan kampus palembang tadi adalah keterlaluan. Ini bukan sebuah situasi yang bagus buat dilanggar, mengapa?, karena ramai pejalan kaki yang akan menyeberang. Kalau melanggar, bisa jadi nyawa pejalan kaki jadi taruhan dalam situasi yang begini.

Senin, 27 Februari 2012




 untuk membaca KLIK tulisan ini



untuk membaca klik tulisan ini


untuk membaca klik disini


 untuk membaca klik disini
 untuk membaca klik disini










picture



KLIK UNTUK LEBIH MENGENAL SAYA

Foto Ketika masih pendidikan bahasa jepang di Lembang Bandung
Klik disini untuk membaca

foto bersama muroka, dan Jon di Pantai kansai Osaka
Klik disini, ada pengalaman lucu

foto ketika pesawat transit di Singapore menuju Jakarta
Ada gaya Unik disini, klik

main ski di Nagano
klik disini untuk melihat yang unik
Club Sam and Dave di Umeda Osaka

bergaya di depan animasi usj

depan USJ

bergaya di miniatur Liberty di Fuji terebi Tokyo

Osaka Kastil, Osakajo koen
habis test 3 kyu dak lulus!

Universal Studio Japan (USJ)

Tokyo Tower

siki biliard

kyoto