Rabu, 29 Februari 2012

Menyoal Gigi Kropos Anak Palembang



                                                                        OTOKO MAE

Masih kecil dulu, sarapan pagi saya adalah pempek. Makan pempek lima biji plus cuko nya 3 mangkuk. Tidak sendirian saya melakukan seperti itu, teman lain yang sebaya pun begitu. Duduk jongkok didepan penjual pempek asongan, mengelilinginya sambil candaan pagi dan menghirup cuko.
Hal hasil, teman sebaya dan saya sendiri, sekarang ini, ketika telah besar begini, giginya kropos semua. Ya, mau gimana lagi, namanya saja masa kecil, setelah makan pempek malas rasanya buat mengosok gigi.
Masa kecil, ketika masih duduk dibangku sekolah dasar, Saya membantu orang tua berdagang kelontongan di Terminal. Saya dibangunkan jam 5 pagi, kemudian di suruh mandi dan menjaga warung ketika kedua orang tua saya berbelanja modal.
Sembari belajar menulis “halus kasar” pada pelajaran Bahasa Indonesia. saya juga belajar menghitung uang kembalian pakai “lidi” ketika menjaga warung pagi tersebut. Terkadang sering salah uang kembalian, dan dibalikin lagi oleh pembeli yang sebagaian besar sopir Bus AKDP. Kadang dijitakin oleh mereka untuk lebih serius lagi belajar berhitung.
Setelah Ortu pulang dari belanja, kemudian Aplusan. Lalu mereka memberi saya uang untuk sarapan apa saja yang dimau, dan langganan saat itu adalah pempek asongan. Duduk jongkok menghadap hidangan bersama teman-teman yang saat itu pasti ada buat sarapan yang sama. Setelah itu saya lalu pulang kerumah untuk berganti baju sekolah. Begitu saja seterusnya kegiatan itu dilakukan.
Kalau hari libur, begitu selesai sarapan pempek, saya ikut teman bekerja menyapu dalam bus AKDP. Bekas sampah bus biasanya banyak karena kernet malas menyapu, lalu menyuruh anak-anak di terminal yang membersihkannya. Setelah selesai tugas diberi uang lelah.
Bukan hanya pekerjaan itu, saya juga terkadang ikut anak-anak menyemir sepatu. Siang hari banyak penumpang bapak-bapak yang memakai sepatu kulit. Karena terminal masih tanah, jadi banyak debu. Terpaksa untuk mengkilatkan sepatu mereka lagi, bapak-bapak biasanya menjaga performanya dengan minta disemirkan kembali sepatunya.
Mula-mulanya ortu tak setuju. Tapi karena saya memaksa untuk menambah uang saku, mereka pun membelikan saya modal berupa semir dan sikat dua buah. Usaha saya lumayan, pelanggan saya banyak. Tapi hari minggu saja, saya bekerja seperti itu, kalau hari sekolah, ketika pulang dari belajar saya disuruh membantu ibu menjaga warung, sebab ayah saya ngasong rokok disetiap bus.
Pernah juga saya berganti pekerjaan. Mungkin sudah bosan sikat menyikat sepatu, saya berjualan rambutan dan duku di emperan terminal. Buahan di beli oleh ortu pagi harinya, siangnya setelah pulang sekolah, saya menjualnya di sela bus. Karena keasyikan banyak yang beli, tidak melihat lagi ketika hendak menukarkan uang receh saya ditabrak mobil yang tidak begitu ngebut. Kaki saya lecet saja dan luka tidak begitu parah. Orang tua ngamuk-ngamuk dan melarang saya lagi “berbisnis”.
Namun, karena telah terbiasa tetap saja saya berbisnis setelah sembuh. Menyapu mobil tetap saya lakukan dan bisnis baru saya buka, yaitu berjualan koran. Saya mengecernya di bus-bus, zaman dulu jenis koran masih sedikit hanya ada Kompas dan koran daerah yang jarang terbit. Jadi, menjajakan koran cuma begini : “koran, koran, koran, kompas!”. Maklum ditangan cuma merek itu saja, tumpukan ditangan pun sedikit hanya 10 biji.
Selesai berbisnis dan dapat uang, saya pun jongkok lagi didepan penjual pempek asongan. Anak-anak telah ramai berkumpul, kadang saya tidak kebagian, rantang asongan telah ludes, anak-anak telah menghabiskannya tanpa bersisa. Tinggal mamang pempek saja yang kesenangan dagangannya habis.
Ya begini ini yang bikin gigi kropos. Setelah selesai makan, anak-anak tidak mengosok gigi lagi. Begitu pun saya, tidak segera menggosok gigi setelah makan dan langsung main.
Karena anak-anaknya disekitar terminal banyak yang berbisnis, makan pempek dan main (main dindong, video game) seperti biasa saja. Kalau habis uang itu dalam sehari, toh besoknya bisa mencari lagi dengan menyapu mobil, menyemir sepatu atau berjualan koran.
Jadi anak-anak di sekitar terminal di wilayah palembang, kaya-kaya. Karena itu kalau makan pempek yang banyak otomatis cukanya juga banyak. Menghirup cuka, “sruput-sruput”, tidak tahu efeknya setelah besar nanti.
Sekarang, setelah besar. Teman sebayaku dulu yang sekarang telah jadi Jaksa, polisi, Pengusaha dan lain sebagainya. Gigi grahamnya sudah kropos semua, bahkan ada teman saya yang toke kayu, semua giginya telah palsu. Hahaha, ya, mau gimana lagi, ini akibat makan pempek dan cukonya tidak menyikat gigi lagi, jadinya setelah besar, giginya kropos dan rapuh sebelum jadi nenek-nenek.
Sekian.

1 komentar: